Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Zakat pertanian, khususnya, merupakan jenis zakat yang dikenakan atas hasil pertanian yang dihasilkan dari lahan pertanian. Dalam sistem bagi hasil, perhitungan zakat menjadi sedikit lebih kompleks dibandingkan dengan zakat pertanian biasa. Artikel ini akan membahas secara rinci bagaimana cara menghitung zakat pertanian dengan sistem bagi hasil, meliputi definisi, syarat-syarat, metode perhitungan, dan contoh kasus.
Pengertian Zakat Pertanian
Zakat pertanian adalah zakat yang wajib dikeluarkan atas hasil panen tanaman yang ditanam di lahan pertanian. Ini mencakup berbagai jenis hasil pertanian, seperti padi, gandum, kurma, anggur, dan produk pertanian lainnya yang memenuhi syarat. Dalam Al-Qur’an, zakat pertanian disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 267 dan Surat Al-An’am ayat 141. Zakat ini bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang kurang mampu.
Jenis-jenis Zakat Pertanian
- Zakat Fitrah: Dikeluarkan pada bulan Ramadhan dan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat.
- Zakat Mal (Harta): Termasuk di dalamnya zakat pertanian yang dikeluarkan atas hasil panen.
Syarat Wajib Zakat Pertanian
1. Tanaman yang Dikenakan Zakat
Tidak semua tanaman dikenakan zakat. Zakat hanya wajib dikeluarkan atas hasil panen yang termasuk dalam kategori makanan pokok dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Tanaman yang biasanya dikenakan zakat termasuk:
- Padi: Beras yang dihasilkan dari padi adalah makanan pokok utama di banyak negara, termasuk Indonesia.
- Gandum: Sebagai bahan dasar berbagai produk pangan.
- Kurma: Buah yang banyak dikonsumsi di wilayah Timur Tengah.
- Anggur: Buah yang bisa dijadikan minuman anggur atau kismis.
Tanaman yang tidak termasuk dalam kategori ini, seperti sayuran dan buah-buahan yang cepat rusak, tidak wajib dikeluarkan zakat, kecuali jika jumlahnya sangat besar dan dikelola secara komersial.
2. Mencapai Nishab
Nishab adalah jumlah minimal hasil panen yang harus dicapai untuk diwajibkan mengeluarkan zakat. Nishab zakat pertanian ditetapkan sebesar 5 wasaq, yang setara dengan 653 kg gabah atau 520 kg beras. Jika hasil panen kurang dari nishab ini, maka tidak ada kewajiban untuk membayar zakat.
3. Jenis Pengairan
Jenis pengairan juga mempengaruhi jumlah zakat yang harus dikeluarkan:
- Pengairan Alami (10%): Jika tanaman diairi dengan sumber air alami seperti hujan, sungai, atau mata air tanpa biaya tambahan, zakat yang dikeluarkan adalah 10% dari hasil panen.
- Pengairan Buatan (5%): Jika tanaman diairi dengan sumber air buatan seperti sumur, pompa, atau teknologi irigasi lainnya yang memerlukan biaya tambahan, zakat yang dikeluarkan adalah 5% dari hasil panen.
4. Kepemilikan Tanah
Untuk wajib zakat, tanah harus dimiliki secara sah oleh pemilik. Zakat pertanian dikenakan pada hasil panen dari tanah yang dimiliki oleh pemilik atau yang dikelola oleh orang yang berhak atas hasilnya. Dalam sistem bagi hasil, zakat harus dikeluarkan berdasarkan bagian hasil yang diterima oleh pemilik dan penggarap.
Sistem Bagi Hasil dalam Pertanian
Sistem bagi hasil adalah model kerja sama di mana pemilik lahan dan penggarap berbagi hasil pertanian sesuai kesepakatan. Ada beberapa bentuk bagi hasil yang umum digunakan dalam pertanian:
1. Musaqah
Musaqah adalah bentuk kerja sama di mana pemilik tanah menyediakan lahan dan tanaman, sedangkan penggarap bertugas merawat tanaman hingga panen. Dalam sistem ini, zakat dihitung berdasarkan bagian hasil yang diterima oleh masing-masing pihak.
2. Muzara’ah
Muzara’ah adalah bentuk kerja sama di mana pemilik tanah menyediakan lahan dan benih, sementara penggarap bertanggung jawab untuk mengolah tanah dan merawat tanaman hingga panen. Hasil dari panen dibagi sesuai kesepakatan antara pemilik dan penggarap.
3. Mukhabarah
Mukhabarah adalah bentuk kerja sama di mana pemilik tanah memberikan lahan dan benih kepada penggarap, sementara penggarap bertanggung jawab untuk mengelola lahan sampai panen. Hasil panen dibagi sesuai kesepakatan.
Langkah-langkah Menghitung Zakat Pertanian dengan Sistem Bagi Hasil
Menghitung zakat pertanian dengan sistem bagi hasil memerlukan beberapa langkah penting. Berikut adalah panduan langkah demi langkah untuk perhitungan zakat pertanian:
1. Tentukan Bagian Hasil Masing-Masing Pihak
Langkah pertama adalah menentukan bagian hasil yang diterima oleh masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan bagi hasil. Misalnya, jika pemilik tanah mendapatkan 60% dari hasil panen dan penggarap mendapatkan 40%, maka zakat akan dihitung berdasarkan bagian yang diterima oleh masing-masing pihak.
Contoh:
- Total hasil panen: 1.000 kg
- Bagian pemilik tanah: 60% = 600 kg
- Bagian penggarap: 40% = 400 kg
2. Cek Nishab Zakat Pertanian
Pastikan hasil panen yang diterima oleh masing-masing pihak telah mencapai nishab (653 kg gabah atau 520 kg beras). Jika hasil panen kurang dari nishab, maka tidak ada kewajiban untuk membayar zakat.
Contoh:
- Bagian pemilik tanah: 600 kg (melebihi nishab, wajib zakat)
- Bagian penggarap: 400 kg (di bawah nishab, tidak wajib zakat)
3. Tentukan Jenis Pengairan
Jenis pengairan mempengaruhi jumlah zakat yang harus dikeluarkan. Tentukan apakah lahan pertanian diairi dengan air alami atau buatan.
Contoh:
- Jenis pengairan: Air irigasi (5%)
4. Hitung Zakat Berdasarkan Bagian Hasil
Setelah semua data dikumpulkan, hitung jumlah zakat yang harus dikeluarkan oleh masing-masing pihak berdasarkan bagian hasil yang mereka terima.
Contoh:
- Bagian pemilik tanah: 600 kg
- Jenis pengairan: Air irigasi (5%)
- Zakat yang harus dikeluarkan oleh pemilik tanah: 600 kg x 5% = 30 kg beras
Karena bagian penggarap tidak mencapai nishab, maka penggarap tidak wajib membayar zakat.
Contoh Kasus Menghitung Zakat Pertanian dengan Sistem Bagi Hasil
Untuk lebih memahami cara menghitung zakat pertanian dengan sistem bagi hasil, mari kita lihat beberapa contoh kasus konkret.
Kasus 1: Pengairan Alami (10%)
Misalkan ada dua pihak yang terlibat dalam sistem bagi hasil:
- Total hasil panen: 1.200 kg
- Bagian pemilik tanah: 50% = 600 kg
- Bagian penggarap: 50% = 600 kg
- Jenis pengairan: Hujan (10%)
Dalam kasus ini, kedua pihak wajib mengeluarkan zakat karena hasil panen mereka masing-masing melebihi nishab. Maka zakat yang harus dikeluarkan adalah:
- Zakat pemilik tanah: 600 kg x 10% = 60 kg
- Zakat penggarap: 600 kg x 10% = 60 kg
Kasus 2: Pengairan Buatan (5%)
Misalkan ada dua pihak yang terlibat dalam sistem bagi hasil:
- Total hasil panen: 900 kg
- Bagian pemilik tanah: 70% = 630 kg
- Bagian penggarap: 30% = 270 kg
- Jenis pengairan: Irigasi (5%)
Dalam kasus ini, hanya pemilik tanah yang wajib mengeluarkan zakat karena bagiannya mencapai nishab, sementara penggarap tidak wajib karena bagiannya di bawah nishab. Maka zakat yang harus dikeluarkan adalah:
- Zakat pemilik tanah: 630 kg x 5% = 31,5 kg
- Penggarap: Tidak wajib zakat karena bagian panennya di bawah nishab
Kasus 3: Pembagian yang Tidak Sama
Misalkan ada situasi di mana pembagian hasil tidak merata:
- Total hasil panen: 800 kg
- Bagian pemilik tanah: 70% = 560 kg
- Bagian penggarap: 30% = 240 kg
- Jenis pengairan: Air hujan (10%)
Dalam kasus ini, zakat yang harus dikeluarkan adalah:
- Zakat pemilik tanah: 560 kg x 10% = 56 kg
- Zakat penggarap: Tidak wajib zakat karena bagian panennya di bawah nishab
Kesimpulan
Menghitung zakat pertanian dengan sistem bagi hasil memerlukan pemahaman tentang beberapa aspek penting, termasuk jenis tanaman, nishab, jenis pengairan, dan kesepakatan bagi hasil. Dengan mengikuti langkah-langkah yang telah dijelaskan, diharapkan setiap Muslim dapat menunaikan kewajiban zakat pertanian dengan benar dan sesuai dengan syariat Islam.
Baca juga artiekl lainnya melalui link : https://ziswap.com/cara-menghitung-zakat-pertanian-menurut-mazhab-syafii/