Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Selain zakat harta, zakat penghasilan, dan zakat fitrah, terdapat juga zakat dari aktivitas jual beli atau perdagangan. Zakat jual beli atau zakat perdagangan ini berlaku bagi para pedagang atau pelaku bisnis yang memiliki harta dari kegiatan jual beli dan usaha.
Pada artikel ini, kita akan membahas secara lengkap mengenai zakat jual beli, bagaimana cara menghitungnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan cara menunaikannya. Dengan memahami hal ini, kita dapat menunaikan kewajiban zakat dengan benar dan tepat.
Apa Itu Zakat Jual Beli?
Pengertian Zakat Jual Beli
Zakat jual beli, juga dikenal sebagai zakat perdagangan atau zakat tijarah, adalah zakat yang dikeluarkan dari harta yang diperoleh melalui kegiatan jual beli atau perdagangan. Zakat ini diwajibkan atas barang-barang dagangan yang diperjualbelikan, baik dalam bentuk fisik maupun jasa, dengan tujuan untuk mencari keuntungan.
Dalil Zakat Jual Beli
Zakat jual beli diperintahkan dalam Al-Qur’an dan hadits. Salah satu dalil yang mendukung kewajiban zakat jual beli terdapat dalam firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
(QS. Al-Baqarah: 267)
Hadis Nabi SAW juga menjelaskan bahwa zakat wajib dikeluarkan dari barang dagangan. Dalam hadits riwayat Abu Dawud disebutkan:
“Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan zakat dari barang yang kami persiapkan untuk diperdagangkan.”
(HR. Abu Dawud)
Syarat Wajib Zakat Jual Beli
Sebelum membahas cara menghitung zakat jual beli, penting untuk memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang wajib menunaikan zakat jual beli. Berikut adalah beberapa syarat utama:
1. Beragama Islam
Zakat hanya diwajibkan bagi Muslim. Non-Muslim tidak diwajibkan untuk menunaikan zakat, meskipun mereka terlibat dalam aktivitas jual beli atau perdagangan.
2. Harta Perdagangan Milik Penuh
Barang dagangan yang dimiliki haruslah hak milik penuh, artinya harta tersebut tidak dalam keadaan disita, dibekukan, atau dalam status sengketa. Pemilik barang dagangan harus memiliki kuasa penuh atas barang tersebut.
3. Sampai Nisab
Nisab adalah batas minimal harta yang dimiliki agar wajib zakat. Nisab zakat jual beli setara dengan 85 gram emas. Jika nilai barang dagangan mencapai atau melebihi nisab tersebut, maka zakat wajib dikeluarkan.
4. Berlalu Haul
Haul adalah jangka waktu kepemilikan harta selama satu tahun penuh dalam kalender Hijriyah. Jika barang dagangan telah dimiliki selama satu tahun dan mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
5. Berniat untuk Berdagang
Zakat jual beli hanya berlaku jika seseorang memiliki niat berdagang. Jika barang atau harta tidak diniatkan untuk dijual atau mendapatkan keuntungan, maka tidak dikenakan zakat.
Cara Menghitung Zakat Jual Beli
Setelah memenuhi syarat-syarat di atas, langkah selanjutnya adalah menghitung zakat dari hasil jual beli atau perdagangan. Cara menghitungnya didasarkan pada nilai barang dagangan dan keuntungannya. Berikut adalah tahapan cara menghitung zakat jual beli.
1. Menentukan Nilai Barang Dagangan
Langkah pertama dalam menghitung zakat jual beli adalah menentukan nilai barang dagangan yang dimiliki saat haul (akhir tahun). Nilai barang dagangan ini dihitung berdasarkan harga pasar pada saat itu.
Contoh Perhitungan:
Seorang pedagang memiliki barang dagangan berupa pakaian dengan nilai pasar Rp 100 juta pada akhir tahun. Ini adalah nilai yang akan digunakan untuk menghitung zakat.
2. Menghitung Keuntungan dan Piutang yang Masih Bisa Ditagih
Selain nilai barang dagangan, keuntungan yang diperoleh dari perdagangan selama satu tahun juga termasuk dalam perhitungan zakat. Piutang yang masih bisa ditagih juga harus dimasukkan, karena piutang ini dianggap sebagai bagian dari harta dagang.
Contoh Perhitungan:
Jika selama satu tahun pedagang tersebut mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 20 juta dan memiliki piutang yang masih bisa ditagih sebesar Rp 5 juta, maka total nilai yang akan dihitung zakatnya adalah Rp 125 juta (Rp 100 juta + Rp 20 juta + Rp 5 juta).
3. Mengurangi Utang dan Beban Usaha
Setelah mendapatkan total nilai harta perdagangan, langkah selanjutnya adalah mengurangi utang atau beban usaha yang harus dibayar. Zakat hanya dihitung dari harta bersih setelah dikurangi utang.
Contoh Perhitungan:
Jika pedagang tersebut memiliki utang sebesar Rp 10 juta, maka total nilai harta bersih yang akan dikenakan zakat adalah Rp 115 juta (Rp 125 juta – Rp 10 juta).
4. Menghitung Nisab
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, nisab zakat jual beli setara dengan 85 gram emas. Sebelum menghitung zakat, pastikan nilai harta bersih tersebut melebihi nisab. Jika harga emas saat ini adalah Rp 1 juta per gram, maka nisab zakat jual beli adalah Rp 85 juta (85 gram x Rp 1 juta).
Contoh Perhitungan:
Dalam contoh di atas, total harta bersih pedagang adalah Rp 115 juta, yang berarti lebih besar dari nisab Rp 85 juta. Dengan demikian, pedagang tersebut wajib membayar zakat.
5. Menghitung Besar Zakat
Setelah harta bersih melebihi nisab, zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 2,5% dari total harta bersih.
Contoh Perhitungan:
Zakat yang harus dibayarkan oleh pedagang tersebut adalah 2,5% x Rp 115 juta = Rp 2,875 juta.
Contoh Kasus Perhitungan Zakat Jual Beli
Untuk memperjelas perhitungan zakat jual beli, berikut adalah contoh kasus nyata:
Kasus 1: Pedagang Pakaian
Seorang pedagang pakaian memiliki barang dagangan senilai Rp 200 juta, piutang sebesar Rp 50 juta, dan utang Rp 30 juta. Keuntungan selama satu tahun mencapai Rp 40 juta.
- Nilai Barang Dagangan: Rp 200 juta
- Piutang yang Bisa Ditagih: Rp 50 juta
- Keuntungan: Rp 40 juta
- Total Harta: Rp 290 juta
- Utang: Rp 30 juta
- Harta Bersih: Rp 260 juta
- Nisab: Rp 85 juta (asumsi harga emas Rp 1 juta/gram)
Karena harta bersih melebihi nisab, pedagang ini wajib membayar zakat sebesar 2,5% dari Rp 260 juta, yaitu Rp 6,5 juta.
Kasus 2: Pengusaha Restoran
Seorang pengusaha restoran memiliki barang dagangan berupa bahan makanan dan peralatan dapur senilai Rp 150 juta. Ia memiliki piutang sebesar Rp 20 juta dan utang sebesar Rp 25 juta. Keuntungan bersih selama satu tahun adalah Rp 30 juta.
- Nilai Barang Dagangan: Rp 150 juta
- Piutang yang Bisa Ditagih: Rp 20 juta
- Keuntungan: Rp 30 juta
- Total Harta: Rp 200 juta
- Utang: Rp 25 juta
- Harta Bersih: Rp 175 juta
- Nisab: Rp 85 juta (asumsi harga emas Rp 1 juta/gram)
Pengusaha ini wajib membayar zakat sebesar 2,5% dari Rp 175 juta, yaitu Rp 4,375 juta.
Bagaimana Menunaikan Zakat Jual Beli?
Setelah menghitung zakat jual beli, langkah selanjutnya adalah menunaikannya. Zakat ini bisa dibayarkan langsung kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat) atau melalui lembaga zakat yang terpercaya. Beberapa mustahik yang berhak menerima zakat antara lain:
- Fakir dan miskin
- Amil zakat (pengelola zakat)
- Gharim (orang yang berutang)
- Ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal)
- Fisabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah)
Keutamaan Menunaikan Zakat Jual Beli
Menunaikan zakat jual beli bukan hanya kewajiban, tetapi juga memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
- Membersihkan harta dari unsur haram dan riba.
- Mendatangkan keberkahan dalam usaha.
- Mengurangi kesenjangan sosial dan membantu sesama.
- Mendapatkan pahala besar di sisi Allah SWT.
Kesimpulan
Zakat jual beli merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh para pelaku usaha atau pedagang yang memiliki harta dari hasil perdagangan. Dengan cara perhitungan yang jelas dan mengikuti syarat-syarat yang telah ditentukan, kita dapat menunaikan zakat dengan tepat. Menunaikan zakat tidak hanya membersihkan harta tetapi juga meningkatkan kesejahteraan sosial dan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu Anda dalam memahami serta melaksanakan kewajiban zakat jual beli.
Baca juga artikel lainnya melalui link : https://ziswap.com/pengertian-zakat-jual-beli/